Sabtu

Luka dan Sesal Seorang Putri

Saat itu, ketika telah kau putuskan hidup bersamanya, aku pun harus belajar merelakan dirimu untuk dirinya, walaupun awalnya aku belum begitu rela, tetapi itu jalan pilihanmu, aku tak bisa memaksamu. Hari demi hari kulalui dengan andaian kita bisa bertemu lebih cepat. Tetapi itu adalah rahasia Illahi..

Setelah sekian waktu berlalu, aku pun sudah merelakan dan melupakan cinta dan sayangmu, walaupun rasa cinta dan sayang ini masih tersimpan rapi di dasar palung hatiku..

Tetapi malam itu 13 Februari lalu, kau meneleponku, walaupun tanpa nomor, aku tahu itu dirimu, itu kebiasaanmu, awalnya kau diam seribu bahasa, hanya nafasmu yang kudengar. Kuberanikan diri tuk menyapa dan menanyakan kabar dan keluargamu, kau tetap terdiam. Tetapi setelah kubilang, "kalau mau menangis, telinga ini masih mau kok mendengarkan..", saat itu juga pecahlah tangismu. Tangis pilu, tangis sakit, tangis sedih, dan tangis sesalmu menyayat hatiku, ingin rasanya kurengkuh tubuhmu dalam pelukanku tuk mengurangi rasa sakit di hatimu. Teleponpun terputus setelah kau ucapkan terima kasih untukku yang telah mendengarkan tangisanmu..

Tak kuasa diriku mengenang kembali waktu itu, waktu dimana kita bisa saling mengerti keinginan masing masing. Waktu dimana kita saling mengucapkan cinta dan cita. Dan waktu dimana kita saling diam ketika kau ceritakan keadaanmu. Kuseka air mataku yang telah mengalir membasahi pipi..

Setelah kau putuskan jalan pilihanmu, kuhapus nomor mu, semua
benda yang kau berikan padaku, kusimpan rapi dalam peti memoriku..

Tak beberapa lama setelah keputusan itu, aku sering menerima teleponmu, telepon yang tanpa nomor dan hanya hembusan nafas tangis. Aku tahu itu dirimu yang meneleponku walau kau tak bersuara.Aku tahu dirimu menangis dalam kesakitan bathin dan penyesalan. Walau kau tak bersuara, tetap ku ucapkan "tetaplah tegar dan sabar, jalanilah hal yang sudah kau putuskan..". Mungkin kau kaget kenapa aku tahu dirimu yang menelepon, dan kau pun menanyakan itu, dan kujawab "karena kita satu", kau kembali menangis, kembali mengucap sumpah serapah untuknya, dan kau akhiri kata cinta untukku. Tetapi maafkanlah diri ini yang tak bisa berbuat apa apa untukmu. Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk dirimu dan keluargamu, ingin rasanya kubuka lagi hati ini untukmu, tapi keadaanmu yang tak memungkinkan kita tuk bersama..




...Andai saja ku bisa memutar waktu untukmu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar